Peresean yang dilakukan oleh laki-laki suku sasak. Foto: Medcomm.id |
Suku sasak berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Suku
Sasak merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia dan memiliki
sistem budaya yang dianut dari dalam kitab Nagara Kartha Gama karangan Empu
Nala dari Majapahit.
Hebatnya, suku sasak adalah suku yang hingga hari ini tetap
eksis dan bisa terus melestarikan tradisinya. Hal ini menjadi bukti bahwa suku
sasak terus berpegang teguh kepada kitabnya hingga memiliki sistem budaya yang
mapan.
Dikutip dari berbagai sumber, Goris S. menjelaskan bahwa secara
etimologi, “Sasak” berasal dari kata sah yang berarti pergi dan shaka
yang berarti leluhur. Dengan kata lain, sasak berarti pergi ke tanah
leluhur.
Kali ini Exploring Indonesia akan ulas semua tentang suku
sasak dari mulai rumah adat, pakaian, bahasa, alat musik, tarian, hingga sejarahnya.
Sejarah Suku Sasak
Sejarah Suku Sasak – saat mengulas sebuah suku, tak lengkap
jika kita tidak melihat bagaimana sejarah dari suku tersebut. Berikut merupakan
sejarah suku sasak yang perlu kamu ketahui.
Suku Sasak sudah mendiami Pulau Lombok selama berabad-abad.
Konon, mereka telah menghuni pulau tersebut sejak 4.000 Sebelum Masehi. Karena itu,
Pulau Lombok menjadi bagian penting dari sejarah suku sasak karena jadi kampung
halaman mereka.
Secara administratif, Pulau Lombok memiliki lima kabupaten
yaitu Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Timur, Lombok Tengah, dan terakhir
Kota Mataram. Di Pulau Lombok ada sekitar 3 juta jiwa dan 80% diantaranya
merupakan Suku Sasak.
Baca juga: Mengenal Suku Asmat: Suku Titisan Dewa di Papua
Konon, saat masa pemerintahan Raja Rakai Pikatan di Medang
atau Mataram Kuno banyak sekali pendatang dari Pulau Jawa ke Pulau Lombok.
Kemudian, banyak diantara pendatang tersebut menikahi warga setempat sehingga
keturunan mereka selanjutnya disebut dengan Suku Sasak.
Pada catatan sejarah, Pulau Lombok dikuasai oleh Kerajaan
Majapahit pada abad ke 14 hingga 15 masehi. Hal ini membuat Pulau Lombok banyak
terpengaruh budaya kerajaan Majapahit. Tak lama kemudian, saat pengaruh
Kerajaan Majapahit melemah, perkembangan Islam semakin masih mengingat Islam
yang sudah tersebar di Pulau Jawa hingga Makasar.
Selama abad ke 16 hingga 17, Islam bahkan telah menguasai
salah satu kerajaan yang ada di Pulau Lombok yaitu Kerajaan Selaparang. Hal ini
membuat Islam terus menyebar di pulau Lombok meskipun masih tercampur dengan
kebudayaan-kebudayaan lokal.
Tak berhenti disitu, Kerajaan Bali berhasil menduduki Pulau
Lombok pada abad ke 17 dan terus memperkuat pengaruhnya hingga berhasil
mengalahkan pengaruh islam Makassar.
Berbagai budaya yang telah hadir di Lombok inilah yang membentuk sistem Suku Sasak hingga menjadi suku yang begitu kuat dan tetap eksis hingga sekarang. Meski banyak dipengaruhi oleh berbagai budaya, bangsawan Suku Sasak tetap berpegang teguh pada kitab Nagarakartagama dan menjaga identitasnya sebagai keturunan Jawa-Lombok.
Rumah Adat
Suku Sasak juga memiliki rumah adat yang unik. Dilansir dari
Kemdikbud, Suku Sasak mendifinisikan fungsi rumah sebagai tempat yang punya
peran penting untuk berlindung secara jasmani maupun spiritual.
Rumah bale: rumah adat suku sasak. Foto: daerahkita.com |
Rumah adat suku Sasak terbagi menjadi tiga yaitu bangunan
tempat tinggal, penyelenggaraan ritual adat, dan penyelenggaraan ritual
keagamaan. rumah adat suku Sasak juga dibangun dengan memperhitungkan nilai
estetika sesuai dengan tradisi dan budaya yang mereka percaya.
Hal ini membuat rumah adat suku sasak sangat unik. Rumah adat
suku Sasak terbuat dari bahan-bahan yang ada disekitar mereka. Materialnya murni
dari alam.
Bagian atap rumah adat suku Sasak dibuat dari jerami. Adapun
bagian dindingnya dianyam dengan bambu. Untuk bagian lantai, rumah adat suku
Sasak terbuat dari campuran tanah liat dan kotoran kerbau. Campuran tersebut
sebagai pengganti semen yang membuat lantai keras dan kokoh.
Selain itu, bentuk rumah adat suku Sasak juga unik. Rumah adat suku Sasak hanya memiliki satu pintu dan berukuran sempit. Bahkan, rumah adat ini tidak memiliki jendela. Hal ini karena Suku Sasak percaya bahwa rumah merupakan tempat yang sakral.
Bahasa Suku Sasak
Seperti suku pada umumnya, Suku Sasak juga memiliki bahasa
yang terus dipakai dan dilestarikan. Bahasa Suku Sasak memiliki kedekatan
dengan dua bahasa, yaitu Jawa dan Bali. Sistem aksara dalam bahasa Suku Sasak
sangat mirip dengan aksara Jawa yaitu Ha-Na-Ca-Ra-Ka. Namun dalam pelafalannya,
Bahasa Suku Sasak justru lebih mirip dengan bahasa Bali.
Bahasa Suku Sasak ini bisa digolongkan kedalam beberapa
bahasa menurut wilayah penuturnya seperti Mriak-mriku (Lombok Selatan), Meno-Mene
(Lombok Tengah), Ngeto-Ngete (Lombok Tenggara), dan Kuto-Kute (Lombok Utara).
Pakaian Adat Suku Sasak
Suku Sasak memiliki pakaian adat yang selalu digunakan saat upacara adat. Pakaian tersebut adalah Pegon. Pegon yang berbentuk seperti jas merupakan wujud busana akulturasi, karena memiliki pengaruh dari tradisi Jawa dan juga Eropa. Percampuran ini dianggap sebagai lambang keagungan dan kesopanan. Biasanya pegon berwarna hitam polos. Bahan polos ini dimodifikasi di bagian belakangnya sebagai tempat menyelipkan keris.
Pakaian adat suku sasak juga pernah di gunakan oleh presiden Joko Widodo. Foto: PT. Lombok Travel Service |
Sebagai penghiasnya, kain songket berbenang emas digunakan di bagian pinggangnya. Penggunaannya bukan untuk tujuan ikat pinggang melainkan untuk penghias. Ikat pinggang ini dikenal juga dengan nama leang. Nama lainnya tampet atau dodot. Sedangkan untuk kepalanya, seperti halnya pria-pria Bali, pakaian adat Suku Sasak juga memiliki ikat kepala. Kalau Bali bernama udeng, suku sasak bernama sapuq atau sapuk.
Sapuk merupakan mahkota yang melambangkan kejantanan. Ikat kepala ini juga berfungsi untuk menjaga pikiran pemakainya dari berbagai hal kotor. Ikat kepala di pakaian adat tersebut juga melambangkan penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Seni Musik
Suku Sasak juga memiliki seni musik yang dimainkan saat ada
upacara-upacara adat. Alat music tersebut adalah Cepung. Cepung merupakan seni musik
vocal yang dimainkan dengan alat musik seruling dan redep.
Baca juga: Suku Bajo: Asal-usul hingga Tradisinya
Para pemain cepung, akan menirukan bunyi gendang, rincik,
dan kenceng untuk melengkapi alat music yang terbatas. Kemudian, para pemain
cepung juga akan membacakan syair secara bergantian.
Seni & Tradisi Suku Sasak
Dari sejarahnya yang panjang, Suku Sasak bisa saja
diidentifikasikan sebagai budaya yang banyak mendapat pengaruh dari Jawa dan
Bali. Pun sejarah mencatatnya demikian, kenyataannya kebudayaan Suku Sasak
memiliki corak dan ciri budaya yang khas, asli dan sangat mapan hingga berbeda
dengan budaya suku-suku lainnya di Nusantara.
Kini, Suku Sasak bahkan dikenal bukan hanya sebagai kelompok
masyarakat tapi juga merupakan entitas budaya yang melambangkan kekayaan
tradisi Bangsa Indonesia di mata dunia.
Berikut beberapa seni dan tradisi Suku Sasak yang lestari
hingga sekarang:
Bau Nyale
Nyale adalah sejenis binatang laut, termasuk jenis cacing
(anelida) yang berkembang biak dengan bertelur. Dalam alam kepercaan Suku
Sasak, Nyalebukan sekedar binatang, beberapa legenda dari Suku ini yang
menceritakan tentang putri yang menjelma menjadi Nyale. Ini menjadi salah satu
tradisi suku Sasak yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Lainnya menyatakan bahwa Nyale adalah binatang anugerah,
bahkan keberadaannya dihubungkan dengan kesuburan dan keselamatan.
Ritual Bau Nyale atau menangkap nyale digelar setahun
sekali. Biasanya pada tanggal 19 atau 20 pada bulan ke-10 atau ke-11 menurut perhitungan
tahun suku Sasak, kurang lebih berkisar antara bulan Februari atau Maret.
Rebo Bontong
Rebo Bontong juga menjadi salah satu tradisi yang masih ada
hingga sekarang. Suku Sasak percaya bahwa hari Rebo Bontong merupakan hari
puncak terjadi bencana dan atau penyakit (Bala) sehingga bagi mereka sesuatu
yang tabu jika memulai pekerjaan tepat pada hari Rebo Bontong. Kata Rebo dan
juga Bontong kurang lebih artinya “putus” atau “pemutus”.
Upacara Rebo Bontong dimaksudkan untuk dapat menghindari
bencana atau penyakit. Upacara ini digelar setahun sekali yaitu pada hari Rabu
di minggu terakhir bulan Safar dalam kalender Hijriah.
Bebubus Batu
Dari kata “bubus”, yaitu sejenis ramuan obat berbahan dasar
beras yang dicampur berbagai jenis tanaman, dan dari kata batu yang merujuk
kepada batu tempat melaksanakan upacara.
Bebubus Batu adalah upacara yang digelar untuk meminta
berkah kepada sang Kuasa. Upacara ini dilaksanakan tiap tahun, dipimpin oleh
Penghulu (pemangku adat) dan Kiai (ahli agama). Masyarakat ramai-ramai
mengenakan pakaian adat serta membawa dulang, sesajen dari hasil bumi.
Sabuk Beleq
Sabuk Beleq adalah tradisi suku sasak yang sangat kental
dengan pengaruh Islam. Merujuk kepada sebuah pustaka sabuk yang besar (Beleq)
bahkan panjangnya mencapai 25 meter, masyarakat Lombok khususnya mereka yang
berada di wilayah Lenek Daya akan menggelar upacara pada tanggal 12 Rabiul Awal
tahun Hijriah.
Tradisi pengeluaran Sabuk Bleeq ini mereka awali dengan
mengusung Sabuk Beleqmengelilingi kampung diiringi dengan tetabuhan gendang
beleq. Ritual upacara kemudian dilanjutkan dengan menggelar praja mulud hingga
diakhiri dengan memberi makan berbagai jenis makhluk.
Upacara ini dilakukan untuk mempererat ikatan persaudaraan,
persatuan dan gotong royong antar masyarakat, serta cinta kasih di antara
makhluk Tuhan.
Lomba Memaos
Selain itu, Tradisi suku Sasak yang lainnya adalah Lomba
Memaos. Memaos kurang lebih artinya membaca dan orang yang membaca di sebut
pepaos. Lomba memaos adalah lomba untuk membaca lontar yang menceritakan
hikayat dari leluhur mereka.
Tujuan lomba pembacaan cerita ini adalah agar generasi
selanjutnya dapat mengetahui kebudayaan dan sejarah masa lalu. Selain itu,
Lomba ini juga dapat berfungsi sebagai regenerasi nilai-nilai sosia, budaya,
dan tradisi pada generasi penerus. Satu kelompok pepaos biasanya terdiri dari
3-4 orang; pembaca, pejangga, dan pendukung vokal.
Tandang Mendet
Kemudian, tradisi suku Sasak yang berikutnya adalah Tandang
Mendet. Tandang Mendet merupakan tarian perang Suku Sasak. Konon Tarian ini
telah ada sejak zaman Kerajaan Selaparang. Tarian yang menggambarkan
keperkasaan dan perjuangan ini dimainkan oleh belasan orang dengan berpakaian
dan membawa alat-alat keprajuritan lenggap; kelewang (pedang), tameng, tombak.
Tarian diiringi dengan hentakan gendang beleq serta pembacaan syair-syair
perjuangan.
Peresean
Kadang ada yang menulisnya Periseian dan atau Presean adalah
seni bela diri yang dulu digunakan oleh lingkungan kerajaan. Peresean awalnya
adalah latihan pedang dan perisai bagi seorang prajurit. Pada perkembangannya,
latihan ini menjadi pertunjukan rakyat untuk menguji ketangkasan dan
“keberanian”.
Senjata yang digunakan adalah sebilah rotan yang dilapisi
pecahan kaca. Dan untuk menangkis serangan, pepadu (pemain) biasanya membawa
sebuah perisai (ende) yan terbuat dari kayu berlapis kulit lembu atau kerbau.
Setiap pepadu memakai ikat kepala dan mengenakan kain panjang.
Festival peresean diadakan setiap tahun terutama di
Kabupaten Lombok Timur yang akan diikuti oleh pepadu dari seluruh Pulau Lombok.
Begasingan
Permainan rakyat yang mempunyai unsur seni dan olahraga,
bahkan termasuk permainan tradisional yang tergolong tua di masyarakat Sasak.
Permainan tradisional ini juga dikenal di beberapa wilayah lain di Indonesia.
Hanya saja, Gasing orang sasak ini berbeda baik bentuk
maupun aturan permainannya. Gasing besar, mereka namai pemantok, digunakan
untuk menghantam gasing pengorong atau pelepas yang ukurannya lebih kecil.
Begasingan berasal dari kata gang yang artinya “lokasi”, dan
dari kata sing artinya “suara”. Permainan tradisional ini tak mengenal umur dan
tempat, bisa siapa saja, bisa di mana saja.
Slober
Alat musik tradisional Lombok yang cukup tua, unik, dan
bersahaja. Slober dibuat dari pelepah enau dan ketika dimainkan alat musik ini
biasanya didukung dengan alat musik lainnya seperti gendang, gambus, seruling,
dll. Kesenian yang masih dapat anda saksikan hingga saat ini, sangat asyik jika
dimainkan ketika malam bulan purnama.
Gendang Beleq
Satu dari kesenian Lombok yang mendunia. Gendang Beleqmerupakan
pertunjukan dengan alat perkusi gendang berukuran besar (Beleq) sebagai
ensembel utamanya. Komposisi musiknya dapat dimainkan dengan posisi duduk,
berdiri, dan berjalan untuk mengarak iring-iringan.
Ada dua jenis gendang beleq yang berfungsi sebagai pembawa
dinamika yaitu gendang laki-laki atau gendang mama dan gendang nina atau
gendang perempuan).
Sebagai pembawa melodi adalah gendang kodeq atau gendang
kecil. Sedangkan sebagai alat ritmis adalah dua buah reog, 6-8 buah perembak
kodeq, sebuah petuk, sebuah gong besar, sebuah gong penyentak , sebuah gong
oncer, dan dua buah lelontek.
Menurut cerita, gendang beleq dahulu dimainkan bila ada
pesta-pesta yang diselenggarakan oleh pihak kerajaan. Bila terjadi perang
gendang ini berfungsi sebagai penyemangat prajurit yang ikut berperang.
Demikian ulasan dari Exploring Indonesia mengenai tradisi suku Sasak. Semoga bisa membantu kita untuk lebih mengenal ragam suku yang ada di Indonesia.
0 Komentar