Kalimantan Barat Jadi Pusat Mangroove Dunia, Ini Upaya yang Dilakukan


Kawasan mangrove di Mangrove di Kecamatan Selakau, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Foto : KKP

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi RI, Luhut Binsar Panjaitan menetapkan Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) sebagai proyek mega magrove. Luas areal mangrove yang akan digarap seluas 80 ribu hektar.

Di Kalbar terdapat 177.023.738 hektar hutan mangrove yang tersebar di tujuh kabupaten dan yang paling luas berada di Kabupaten Kubu Raya dengan luas 129.604.125 hektar. Potensi luas hutan mangrove ini dapat menjadikan Kalimantan Barat sebagai World Mangrove Centre.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan restorasi kawasan mangrove yang memiliki peranan penting bagi masyarakat pesisir. Upaya ini juga melibatkan masyarakat, mulai dari pembibitan hingga penanaman.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) telah merampungkan penanaman 572.920 bibit mangrove pada area seluas 65,64 Ha yang tersebar di dua provinsi di Kalimantan, yaitu di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

Sebagai kawasan di bagian barat pulau terbesar kedua di Indonesia, Kalimantan Barat (Kalbar) telah sejak tahun 2007 mendeklarasikan sebagai bagian dari paru-paru dunia, melalui Heart of Borneo (HoB), bersama Malaysia dan Brunei Darussalam. Disebut demikian lantaran dari 5,4 juta hektare luasan hutan hujan tropisnya, menghasilkan 40 persen oksigen untuk bumi.

Pulu ini juga merupakan tempat hidup 10 spesies endemik primata, lebih dari 350 spesies burung, 150 spesies reptil dan amfibi dan 10.000 spesies tumbuhan. Sejak tahun 2007-2010, sebanyak 123 spesies baru ditemukan di wilayah ini.

Selain itu, Kalimantan Barat memiliki mangrove seluas 177.023,738 hektare. Kawasan hutan mangrove ini tersebar di lima Kabupaten, yakni Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Sambas, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Kayong Utara, dan Kabupaten Ketapang .

Keanekaragaman pada mangrove di Kalimantan Barat sangat unik dan langka. Salah satunya, tempat hidup beberapa spesies pohon langka seperti Bruguiera hainesii (Bakau Mata Buaya), Kandelia candel (Lenggadai Betina) yang merupakan endemik Kalimantan dan Sumatera. Mangrove di Kalimantan Barat juga merupakan habitat kera Belanda atau kera hidung besar alias Bekantan (Nasalis larvatus) dan Irrawaddy Dolphin (Pesut).

Dengannya, Kalimantan Barat sangat percaya diri untuk dapat menjadi World Mangrove Center atau Pusat Mangrove Dunia. Pemerintah Kalimantan Barat pun telah mempersiapkan langkah-langkahnya. “Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji bahkan sudah memberikan instruksi khusus untuk hal ini,” tukas Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Adi Yani, kepada Mongabay Indonesia, belum lama ini.

Kata Adi, usulan pembentukan World Mangrove Centre telah dilayangkan dalam bentuk Surat Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 090/1072/DLHK-V/KSDAE tanggal 12 Agustus 2020 tentang Permohonan Dukungan World Mangrove Centre. Pusat Mangrove Dunia ini akan berkedudukan di Kubu Raya, sebagai daerah dengan kawasan mangrove terluas di Kalimantan Barat.

Dari total luasan mangrove di Kalbar, Kubu Raya merupakan kawasan terluas, yakni 129.604,125 hektare. Tak hanya itu, kawasan ini juga memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang langka antara lain Bakau Mata Buaya yang hanya terdapat di 4 negara yaitu Singapura, Malaysia, Papua Nugini, dan Indonesia. Di hutan mangrove Kubu Raya juga terdapat 33 jenis mangrove sejati dari 40 jenis mangrove sejati yang ada di Indonesia.

Gagasan ini menyambut hal serupa yang dicetuskan Duta Besar Indonesia untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno, mengenai pengembangan World Mangrove Center di Indonesia. Indonesia merupakan negara yang mempunyai hutan mangrove yang terluas di dunia. Data nasional menyebutkan ada seluas 3,58 juta hektare pada tahun 2018. Untuk itu, Indonesia berkeinginan untuk membuat lembaga pusat mangrove dunia atau World Mangrove Center (WMC).

Baca Juga: Indonesia Masuk Dalam Daftar Negara Paling Ramah Dikunjungi

Untuk mendukung pembentukan WMC, Pemerintah Indonesia telah melobi pemerintah Jerman untuk membantu dalam hal pendanaan. Disebutkan Arif Havas, melalui Bappenas pada November 2019 lalu, pemerintah Jerman setuju untuk membantu pembentukan World Mangrove Center dengan menyediakan dana sebesar 30 juta Euro.

Sebelumnya, pada Oktober 2020 lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi RI, Luhut Binsar Panjaitan, telah menetapkan Provinsi Kalimantan Barat sebagai proyek mega magrove. Luas areal mangrove yang akan digarap seluas 80 ribu hektar. “Mega magrove yang di Kalbar itu akan jadikan proyek kita. Kita akan kelola 80 ribu hektar mangrove di Kalbar,” kata Luhut, dalam Diskusi Bersama Menjaga Hutan Indonesia di Pontianak, melalui daring.

“Mega magrove yang di Kalbar itu akan jadikan proyek kita. Kita akan kelola 80 ribu hektar mangrove di Kalbar,” katanya. Penetapan ini bukan tanpa riset, katanya, pihaknya telah mengirim tim ke Kalbar untuk melihat secara langsung potensi mangrove tersebut.

Restorasi

Kegiatan restorasi merupakan salah satu upaya pengawetan pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Salah satu kegiatan pengawetan adalah pemulihan ekosistem. Pemulihan ekosistem dilakukan untuk memulihkan struktur, fungsi, dinamika populasi, serta keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.

Di kawasan mangrove, restorasi dibutuhkan karena adanya kerusakan seperti peralihan fungsi kawasan hutan untuk reklamasi, sentra perikanan budidaya, bahkan pembalakan ilegal kayu bakau untuk bahan bakar bagi masyarakat pesisir.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) hingga saat ini telah merampungkan penanaman 572.920 bibit mangrove pada area seluas 65,64 Ha yang tersebar di dua provinsi di Kalimantan, yaitu di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

Plt. Dirjen PRL, TB Haeru Rahayu, mengatakan, mangrove merupakan salah satu ekosistem laut yang memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan masyarakat pesisir. Untuk itu, KKP berkomitmen untuk menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove di Indonesia, termasuk ekosistem mangrove di Kalimantan.

“KKP akan merehabilitasi kawasan mangrove yang rusak agar luasan hutan mangrove di Indonesia terus bertambah,” ujar Tebe, panggilan akrabnya. Tebe menjelaskan, selain bertujuan untuk pemulihan ekosistem mangrove, pada tahun 2020 ini kegiatan penanaman mangrove disandingkan dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Padat Karya.

Kawasan mangrove di Mangrove di Kecamatan Selakau, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Foto : KKP

Kata dia, kegiatan penanaman mangrove dilakukan secara padat karya guna membantu pemulihan ekonomi masyarakat sekitar hutan mangrove yang terdampak pandemic.

Baca Juga: 10 Provinsi di Indonesia Dengan Lahan Pertanian Terbesar

Sementara itu, Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak Getreda M. Hehanussa mengungkapkan bahwa penanaman mangrove dengan biaya mencapai 3,2 M telah dilakukan sejak bulan November.

“Untuk penanaman mangrove di wilayah Kalimantan Barat dilakukan di Kabupaten Mempawah seluas 32 Ha dengan 320.000 bibit oleh Pokmaswas Karya Semula, di Kota Singkawang seluas 10 Ha dengan 100.100 bibit oleh Kelompok Mangrove Pantai Harapan, Kelompok Mangrove Cahaya Sinar Mandiri, dan Koperasi Produsen Perikanan Naram Jaya Abadi, serta di Kabupaten Sambas seluas 10 Ha dengan 90.000 bibit oleh Kelompok Masyarakat Pesisir Polaria Selakau,” ungkapnya.

Sedangkan di wilayah Kalimantan Timur dilakukan di Kabupaten Penajam Paser Utara seluas 13,64 Ha dengan 62.820 bibit oleh Pokdarwis Lestari Tanjung Berseri. Getreda mengungkapkan untuk jenis mangrove yang ditanam didominasi oleh Rhizophora spp. Getreda berharap kegiatan penanaman mangrove ini agar bisa berkelanjutan.

Ketua Pokmaswas Karya Semula, Herry Albar, mengucapkan terima kasih kepada KKP karena melalui upah penanaman mangrove mampu menghidupkan kembali pendapatan ekonomi masyarakat di kala pandemi COVID-19 ini.

“Masyarakat antusias sekali dalam kegiatan penanaman mangrove ini. Tidak hanya menambah pemasukan kami, namun kegiatan ini memotivasi untuk melestarikan mangrove. Kami selalu siap untuk menjaga mangrove ini,” ujarnya.

Pusat Pembibitan Mangrove

Menutup akhir tahun 2020 kemarin, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meresmikan destinasi wisata mangrove berkelas. Yaitu Pusat Restorasi dan Pengembangan Ekosistem Pesisir (PRPEP) di Desa Setapuk Besar, Kota Singkawang, Kalimantan Barat.

“Tidak hanya berfungsi sebagai laboratorium alam. PRPEP diharapkan juga dapat berkembang menjadi destinasi wisata masyarakat ataupun wisata ilmiah bagi masyarakat di sini dan sekitarnya,” kata Tebe lagi.

Guna mendukung upaya pemulihan ekosistem dan ekonomi masyarakat pesisir, melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan segera membangun pusat pembibitan (nursery) mangrove di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.

Dalam rangka membangkitkan ekonomi masyarakat di Kabupaten Mempawah, KKP juga tengah menggulirkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) padat karya rehabilitasi kawasan mangrove dalam bentuk penanaman, pembibitan, dan pelatihan pengolahan produk turunan mangrove.

“KKP telah melakukan kegiatan penanaman mangrove di Kabupaten Mempawah pada September lalu sebanyak 87.500 bibit yang ditanam di area seluas 35 hektare. Dalam program PEN ini KKP akan membangun tempat pembibitan mangrove di area seluas 1 hektare dengan bibit mangrove Rhizopora sebanyak 500.000 bibit,” ujar Tebe.

Tebe menjelaskan, pembangunan tempat pembibitan mangrove akan menjadi sumber stok bibit mangrove siap tanam sehingga kegiatan penanaman mangrove untuk pemulihan ekosistem dapat terus dilakukan tanpa kendala ketersediaan bibit. Selain itu, masyarakat pun dapat mengambil keuntungan dengan menjual bibit siap tanam tersebut kepada pihak Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) atau pihak lain yang membutuhkan.

“Stimulus ekonomi melalui program PEN rehabilitasi kawasan mangrove ini berdampak positif pada pelestarian ekosistem pesisir dan kesejahteraan masyarakat,” tandasnya.

Tak hanya membangun tempat pembibitan mangrove, KKP mendorong masyarakat pesisir Mempawah untuk memanfaatkan berbagai derivate atau turunan mangrove seperti buah, kulit, daun mangrove sebagai produk olahan sehingga dapat dijadikan mata pencaharian alternatif.

Untuk memuluskan tujuan itu, Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (P4K) menggelar pelatihan pengolahan produk turunan tanaman mangrove pada Kamis (12/11) lalu. Pada pelatihan tersebut, KKP turut menyerahkan bantuan berupa sarana dan prasarana pendukung pengolahan mangrove kepada Ketua Kelompok penerima bantuan.

Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (P4K) Muhammad Yusuf, secara terpisah menyebutkan ada dua kelompok penerima bantuan untuk program pelatihan produk pengolahan turunan mangrove di Kabupaten Mempawah.

“Bantuan diberikan kepada Kelompok Agro Mangrove Lestari dan Kelompok Karya Semula yang memanfaatkan turunan mangrove sebagai produk olahan yang dibuat menjadi sirup, dodol dan batik mangrove,” ungkap Yusuf.

Sumber: Mongabay/Aseanty Pahlevi

Posting Komentar

0 Komentar