Biawak Komodo ((Varanus komodoensis) yang terdapat di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) Kabupaten Manggarai Barat,NTT.Foto : Gregorius Afioma/Sunspirit for Justice and Peace |
Kepala Balai Taman Nasional Komodo (TNK) mengeluarkan surat pengumuman penutupan Pulau Rinca guna mempercepat proses pembangunan sarana dan pra sarana wisata alam oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
Balai TNK menjelaskan setidaknya terdapat 15 individu komodo yang sering terlihat di sekitar lokasi dari total 60 individu yang hidup di Lembah Loh Buaya di Pulau Rinca sehingga briefing harian dilakukan secara konsisten untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang berdampak negatif terhadap keselamatan satwa, khususnya satwa komodo
KIARA menyebutkan proyek pariwisata KSPN di Pulau Rinca yang merupakan bagian dari kawasan konservasi TNK merusak lingkungan dan tidak mempertimbangkan habitat asli Komodo bahkan proyek ini juga mendapatkan perlawanan dari masyarakat di Pulau Rinca dan di Labuan Bajo
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengakui pembangunan infrastruktur pada setiap KSPN direncanakan secara terpadu melalui sebuah rencana induk pengembangan infrastruktur yang mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan populasi biawak komodo di kawasan TNK berada di lima pulau utama, yaitu di Pulau Komodo, Rinca, Padar, Nusa Kode (Gili Dasami) dan Gili Motang.
Sementara di Pulau Flores tercatat biawak komodo dapat ditemukan di empat kawasan konservasi, yaitu Cagar Alam Wae Wuul, Wolo Tado, Riung, dan di Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau, tepatnya di Pulau Ontoloe.
Selain itu populasinya juga dapat ditemukan di area hutan lindung, area penggunaan lain (APL) di pesisir barat dan utara pulau Flores serta pada areal Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Hutan Lindung Pota.
KLHK dalam rilis yang diterima Mongabay Indonesia, Selasa (27/10/2020) menjelaskan, biawak komodo (Varanus komodoensis) merupakan salah satu satwa endemik Indonesia yang paling dikenal oleh masyarakat dunia.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno menyebutkan, satwa biawak komodo dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK No.106/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/12/2018.
Wiratno mengatakan’Ora’, sebutan dari penduduk asli Pulau Komodo untuk komodo ini memiliki morfologi dan ukuran tubuh yang sangat besar. Ini yang menjadikan biawak komodo dikenal sebagai kadal terbesar yang masih hidup dan merupakan salah satu reptil paling terkenal di dunia.
Penutupan Sementara
Dalam pengumuman yang dikeluarkan tanggal 25 Oktober 2020 dan ditandatangani oleh Kepala Balai Taman Nasional Komodo (TNK), Lukita Awang Nistyantara memuat penutupan sementara Resort Loh Buaya dari kunjungan wisatawan dalam upaya dalam rangka penataan sarana dan pra sarana wisata alam.
Lukita menyebutkan penutupan dilakukan mempertimbangkan proses percepatan penataan dan pembangunan yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Resort Loh Buaya.
“Balai Taman Nasional Komodo mengambil langkah menutup sementara resort Loh Buaya seksi pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah I Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, terhitung mulai tanggal 26 Oktober sampai dengan 30 Juni 2021 dan akan dievaluasi setiap dua minggu sekali,” sebutnya.
Dalam surat tersebut, Lukita menyebutkan bahwa pembangunan sarana dan prasana di resort Loh Buaya seperti dermaga, pusat informasi wisata, jalan, jerambah dan penginapan ranger serta naturalist guide tetap mengutamakan keselamatan satwa komodo.
Dirinya katakan, setidaknya terdapat 15 individu komodo yang sering terlihat di sekitar lokasi dari total 60 individu yang hidup di Lembah Loh Buaya di pulau Rinca.
“Briefing harian secara konsisten dilakukan oleh petugas, pekerja maupun pengawas pembangunan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang berdampak negatif terhadap keselamatan satwa, khususnya satwa komodo,” tegasnya.
Lukita juga mengatakan mengoptimalkan kegiatan ekowisata di daratan seperti di Resort Loh Liang, SPTN wilayah II Pulau Komodo dan Resort Padar Selatan SPTN III Pulau Padar.
Pelaksanaan pembangunan sapras wisata alam serta aktifitas ekowisata di dalam kawasan TNK tetap memperhatikan protokol kesehatan dalam rangka pencegahan penyebaran virus COVID-19 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Penutupan sementara ini akan dievaluasi secara berkala dengan memperhatikan perkembangan pembangunan sarpras wisata alam di Resort Loh Buaya, SPTN Wilayah I Pulau Rinca,” jelasnya.
Merusak Lingkungan
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyampaikan kritik tajam kepada pemerintah yang telah dan tengah mengeksploitasi kawasan konservasi yang merupakan habitat komodo di Pulau Rinca, TNK, lewat proyek Jurrasic Park.
Eksploitasi ini merupakan bagian dari proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang disahkan oleh Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.32 Tahun 2018 tentang Badan Otorita Pengelolaan Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores.
“Kementerian PUPR yang ditugaskan Presiden Jokowi juga akan membangun kantor pengelola kawasan, selfie spot, klinik, gudang, ruang terbuka publik, dan penginapan untuk peneliti,” sebut Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati kepada Mongabay Indonesia, Selasa (27/10/2020).
Susan katakan,untuk membangun semua itu, pemerintah pusat telah menganggarkan dana sebesar Rp69,96 miliar. Ia sebutkan,untuk pengembangan infrastruktur Pulau Rinca, pada tahun anggaran 2020 dilakukan pembangunan sarana dan prasarana dengan anggaran Rp21,25 miliar dan pembangunan pengaman Pantai Loh Buaya senilai Rp46,3 miliar.
Dia tegaskan eksploitasi di Pulau Rinca membuka wajah asli proyek pariwisata KSPN yang selalu diklaim sebagai proyek yang ramah lingkungan.
“Faktanya, proyek pariwisata KSPN di Pulau Rinca yang merupakan bagian dari kawasan konservasi TNK merusak lingkungan dan tidak mempertimbangkan habitat asli Komodo. Proyek ini juga mendapatkan perlawanan dari masyarakat di Pulau Rinca dan di Labuan Bajo secara umum,” ungkapnya.
Dalam konteks yang lebih luas, tegas Susan proyek pariwisata di Labuan Bajo tidak memberikan keadilan akses terhadap air bersih bagi masyarakat.
Berdasarkan temuan Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRuHA), debit air 40 liter per detik dan 10 liter per detik diperuntukkan untuk perhotelan, khususnya 10 hotel berbintang. Sementara18 liter per detik sebutnya, dialokasikan untuk 5 ribu pelanggan rumah tangga.
“Layanan air diprioritaskan untuk perhotelan sementara untuk warga, air mengalir hanya 2 kali satu minggu. Pada tahun 2019, KruHA temukan 55 ribu warga di Labuan Bajo yang masih kekurangan air bersih,” paparnya.
Forum pertemua G20 dan KTT ASEAN di sebuah daerah biasanya dijadikan momentum perbaikan infrastruktur air bersih yang dialokasikan untuk melayani pengunjung dan tamu asing, tetapi perbaikan itu tidak diarahkan untuk melayani masyarakat.
Realisasi proyek pembangunan jasa dan sarana wisata alam PT.Segara Komodo Lestari di Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) Kabupaten Manggarai Barat,NTT. Foto : Sunspirit For Justice and Peace. |
Ia menambahkan, banyak tempat di Indonesia, proyek KSPN terbukti merampas tanah-tanah masyarakat, khususnya yang tinggal di kawasan pesisir seperti yang terjadi di Mandalika, NTB.
“Di Mandalika, banyak terjadi perampasan tanah masyarakat. Ini membuktikan bahwa KSPN tidak menempatkan hak dan kepentingan masyarakat sebagai prioritas utama,” jelasnya.
Dirinya pun mendesak pemerintah untuk meninjau ulang pembangunan proyek pariwisata KSPN, khususnya di Labuan Bajo yang hanya melayani kepentingan industri pariwisata skala besar.
“Jika tidak bisa memprioritaskan kepentingan masyarakat, proyek pariwisata KSPN ini harus dihentikan di semua tempat,” tegasnya.
Perhatikan Habitat Komodo
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam rilis Senin (26/10/2020) yang dimuat di laman resminya memastikan pembangunan yang dilakukan pemerintah di Pulau Rinca, tetap memperhatikan habitat komodo dan keselamatan pekerja.
Menurut Basuki pembangunan infrastruktur pada setiap KSPN direncanakan secara terpadu melalui sebuah rencana induk pengembangan infrastruktur yang mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.
Ia menjelaskan, kegiatan penataan Kawasan Pulau Rinca sebenarnya hanya berkaitan dengan beberapa hal diantaranya Dermaga Loh Buaya merupakan peningkatan dermaga eksisting.
Selain itu, bangunan pengaman pantai berfungsi sebagai jalan setapak untuk akses masuk dan keluar ke kawasan tersebut.
Desain pembangunan Elevated Deck di Pulau Rinca, Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Foto :Kementerian PUPR. |
“Elevated deck pada ruas eksisting, berfungsi sebagai jalan akses yang menghubungkan dermaga, pusat informasi serta penginapan ranger, guide dan peneliti, dirancang setinggi dua meter agar tidak mengganggu aktivitas komodo dan hewan lain yang melintas serta melindungi keselamatan pengunjung,” jelasnya.
Basuki katakan, juga dibangun pusat informasi yang terintegrasi dengan elevated deck, kantor resort, guest house dan kafetaria serta penginapan untuk para ranger, pemandu wisata, dan peneliti, yang dilengkapi dengan pos penelitian dan pemantauan habitat komodo.
Sumber: Mongabay/Ebed De Rosary
0 Komentar