Empat Hiu Paus Terdampar di Jember Dalam Waktu Dua Bulan

Seekor hiu paus berukuran panjang 10 meter dan berbobot dua ton ditemukan mati terdampar di Pantai Paseban, Jember, Jatim, Minggu (30/8/2020). Foto : Dinas Perikanan Kab Jember


Sekitar dua bulan terakhir ini, ada empat ekor hiu paus terdampar di Pantai Nyamplong Kobong dan Pantai Paseban di Kabupaten Jember, Jawa Timur, yang berjarak sekitar 11 kilometer

Peristiwa terakhir terjadi pada Minggu (30/8/2020) di Pantai Paseban, seekor paus berukuran panjang 10 meter dan berbobot dua ton yang mati terdampar. Hiu dengan motif tutul ini akhirnya langsung dikubur tanpa nekropsi

Peristiwa sebelumnya terjadi pada 4-5 Juli, ada tiga individu hiu paus terdampar di Pantai Nyamplung Kobong, Desa Kepanjen, Kecamatan Gumuk Mas, Jember. Dua di antaranya berhasil diselamatkan, namun satu ekor sudah dalam kondisi mati dengan terpotong-potong.

Puluhan sampai ratusan megafauna terdampar di Indonesia tiap tahun di perairan Indonesia yang memiliki setidaknya 33 spesies cetacea (paus dan lumba-lumba) atau lebih dari sepertiga jumlah spesies di seluruh dunia. Namun penanganannya selalu menjadi tantangan tersendiri, seperti keterbatasan SDM, peralatan dan lokasi terdampar yang sulit terjangkau. Bahkan tak sedikit satwa yang masih diambil dagingnya oleh warga.

Dalam peta online, jarak antara Pantai Nyamplong Kobong dan Pantai Paseban di Kabupaten Jember, Jawa Timur sekitar 11 kilometer atau bisa ditempuh sekitar 23 menit berkendara. Di dua titik pantai inilah sebanyak empat ekor hiu paus terdampar sekitar dua bulan terakhir ini.

Pantai yang berada di Samudera Hindia ini berada dalam satu garis pesisir yang sama. Peristiwa terakhir adalah hiu paus berbobot dua ton yang mati terdampar di Pantai Pesaban. Ukuran panjangnya sekitar 10 meter, hiu dengan motif tutul ini akhirnya dikubur pada Minggu (30/8/2020).

Baca Juga: Jejak Sampah di Destinasi Wisata Sembalun

Kiki Riski Arisandy, Koordinator BPSPL Denpasar Wilayah Kerja Jatim mengatakan bangkai dikubur sekitar pantai, karena kesulitan alat berat. Ia menyebut tidak ada pengambilan sampel atau nekropsi untuk menyelidiki kematiannya.

“Nanti kalau ada kejadian lagi kita akan ambil sampelnya bekerjasama dengan Universitas Airlangga atau (Universitas) Brawijaya,” sebut Kiki yang dihubungi Senin (31/8/2020). Kondisi alam di lokasi menurutnya sedang buruk karena gelombang tinggi, dan bangkai sudah mulai membusuk.

Ukuran hiu paus di Pantai Paseban ini lebih besar dibanding hiu paus lain yang juga terdampar awal Juli ini. Namun ia tak memiliki data dari empat ekor hiu paus yang sudah terdampar di Jember ini.

Dari penelusuran media ditemukan sebuah video yang dirilis Antara pada 6 Juli. Disebutkan pada 4-5 Juli ada tiga individu terdampar di Pantai Nyamplung Kobong, Desa Kepanjen, Kecamatan Gumuk Mas. Dua di antaranya berhasil diselamatkan, namun satu ekor sudah dalam kondisi mati dengan terpotong-potong.

Video itu  menunjukkan seekor hiu paus terguling-guling di pesisir, kelihatannya sudah mati, kemudian dipotong oleh sejumlah warga. Ekor dan bagian kepalanya terlihat terlilit jaring.

Subandi, Petugas Lapangan Dinas Perikanan Kabupaten Jember yang dikonfirmasi terkait detail terdamparnya sejumlah hiu paus ini hanya tahu dua ekor saja karena baru bertugas di wilayah kerja saat ini. Peristiwa terakhir di Pantai Paseban ditindaklanjuti dengan mengidentifikasi nelayan sekitar. Dari pendataannya ada 141 warga pemilik jukung di area Pesaban.

“Saya identifikasi agar masuk database,” sebutnya. Kasus hiu paus yang mati terdampar Sabtu (30/8/2020) diketahui warga pada pagi hari. Karena ukurannya yang sangat besar, warga berbondong melihat dan berfoto-foto di sekitar bangkai.

Baca Juga: Gedung Pencakar Langit Sebagai Tanda Bahaya Lingkungan Hidup 

Petugas sedang meneliti seekor hiu paus yang mati terdampar di Pantai Paseban, Jember, Jatim, Minggu (30/8/2020). Foto : Dinas Perikanan Kab Jember

Subandi memperkirakan hiu paus ini mati dengan dua kemungkinan. Pertama, sakit sehingga tak memiliki tenaga untuk berenang ke dalam. Kedua, terdampar karena mencari makanan terlalu ke pinggir. Ia mengaku sudah meminta warga tak mengonsumsi karena bisa jadi satwa itu sakit. “Supaya tak berdampak, jangan dikonsumsi,” lanjutnya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Kepmen KP No.18/2013 telah menetapkan hiu paus sebagai ikan yang dilindungi penuh, yang artinya pemanfaatan secara langsung tidak diperbolehkan.

Dalam sebuah siaran pers KKP disebutkan perlindungan mamalia laut dilakukan salah satunya dengan penetapan kawasan konservasi. Untuk perlindungan habitat dan jalur ruaya mamalia laut. Salah satunya di Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh yang terletak di Provinsi Sumatera Barat.

Indonesia memiliki setidaknya 33 spesies cetacea (paus dan lumba-lumba) atau lebih dari sepertiga jumlah spesies di seluruh dunia yang memberikan sumbangan ekologis dan ekonomis Cetacea. Cetacea merupakan salah satu komponen kunci dalam rantai makanan, bersama dengan predator utama lainnya. Jika populasi cetacea terganggu dapat menyebabkan terganggunya rantai makanan secara keseluruhan.

Secara nasional, KKP telah menetapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi bagi semua jenis mamalia laut melalui Kepmen KP No.79/2018 tentang RAN Konservasi Mamalia Laut tahun 2018-2022.

Kehadiran mamalia laut di TWP Pieh sekitar 10 jenis, 52% diperoleh dari monitoring rutin cetacean, 28% dari informasi mitra kawasan seperti operator wisata, nelayan, enumerator, Kelompok Masyarakat Penggerak Konservasi (KOMPAK), dan 19,35% dari kegiatan lapangan lainnya.

Petugas sedang mengukur morfometrik seekor hiu paus yang mati terdampar di Pantai Paseban, Jember, Jatim, Minggu (30/8/2020). Foto : Dinas Perikanan Kab Jember


Penanganan Terdampar dan Pencatatan

Puluhan sampai ratusan megafauna terdampar di Indonesia tiap tahun. Namun penanganannya selalu menjadi tantangan tersendiri. Tak sedikit satwa yang masih diambil dagingnya oleh warga.

Namun denga panduan dan penanganan terkoordinir, peristiwa terdamparnya satwa laut besar bisa menjadi kesempatan edukasi bagi warga dan tim penanganan. Misalnya di kasus satwa paus sperma raksasa di Bali ini.

Apabila menemukan terdampar hidup, warga atau tim evakuasi diminta tidak menyentuh mata, sirip, dan lubang nafas. Tidak menuangkan air ke lubang nafas, memastikan basah dengan menggali pasir sekitarnya dan diisi air, jika sulit menutup sebagian badan dengan handuk basah, dan mengurangi terpaan matahari langsung.

Ada juga panduan untuk menangani jika sudah mati. Misalnya dengan mengubur atau menenggelamkan di laut.

Sebuah panduan penanganan mamalia laut dipublikasikan Agustus ini. Guidelines For The Safe and Humane Handling and Release of Bycaught Small Cetaceans From Fishing Gear CMS Technical Series Publication No.4 oleh UNEP, CMS, dan WWF.

Disebutkan, ada enam elemen kunci untuk kelangsungan hidup hewan. Cetacea kecil bersifat kognitif (menunjukkan kesadaran dan penglihatan) dan cerdas (mampu merespons dengan cepat dan akurat). Mereka sangat sosial dan menggunakan suara (atau bahasa yang mungkin juga melibatkan isyarat visual) untuk mengkoordinasikan kegiatan seputar mencari makan, berkembang biak, merawat anak-anak dan bermain (Didzinski et al. 2002; Würsig 2002). Perilaku kompleks ini sekarang diakui secara luas, seturut dengan pemahaman bahwa individu merasakan sakit dan mengalami stres dengan cara yang sama seperti manusia (Curry 1999; Atkinson dan Dierauf 2018).

Ribuan cetacea kecil terus mati setiap tahun dalam keadaan yang mungkin menimbulkan stres dan keadaan menyakitkan, karena cedera fatal yang disebabkan oleh peralatan, atau karena sesak napas (Dol-man dan Moore, 2017). Seperti semua mamalia, mereka menghirup udara, dan tidak dapat melakukannya jika mereka tertangkap di bawah permukaan air. Hanya sebagian kecil yang ditemukan masih hidup di dalam alat tangkap. Ada kemudian mungkin mengalami cedera parah yang dapat membahayakan peluang mereka untuk bertahan hidup dalam jangka panjang.

Sejumlah hal yang perlu ditingkatkan adalah pelatihan dan keselamatan. Berikutnya penilaian dan prioritas yang cepat. Kemudian pertolongan pertama, menggunakan peralatan spesialis, teknik dan ahli penanganan serta pelepasan. Berikutnya pencatatan, untuk meningkatkan pemahaman tentang biologi dan ekologi spesies di kasus penanganan berikutnya.

Sumber: Mongabay/Luh De Suriyani

Posting Komentar

0 Komentar