Batas Waktu Peralihan Itu Bernama Kematian

Prosesi pemakaman korban corona. Foto: Liputan6.com

Sepintar dan sekaya apapun seseorang, tak akan pernah mampu memprediksi kapan dan bagaimana ia akan mati. Jika kematian merupakan ending, lantas untuk apa segala daya dan upaya yang dilakukan di dunia? apa dari balasan untuk seseorang yang hidup bermanfaat atau merugikan semasa hidupnya?

Hidup memang soal waktu. Beraktifitas untuk terus menghabiskan jatah waktu, seperti mengejar lembar demi lembar catatan diri. Mengejar takdir ending kehidupan di dunia. Sebab waktu, terus mengejar durasi hidup manusia. Seperti bayangan yang terus mengiringi jasad seseorang. Itulah kematian yang kedatangannya merupakan misteri. Serta tak pandang bulu, semua yang bernyawa pasti akan menghadapinya. 

Hembusan napas terakhir dan meregangnya nyawa seseorang menjadi penentu. Penentu hasil akhir yang akan dibawa menghadap Tuhan. Semua aktor kehidupan membawa catatan perbuatan masing-masing, tak terkecuali diri ini.

Perjalanan di dunia ini seperti mengukir lanskap dalam akuarium kaca. Baik buruknya akan disaksikan bersama dan akan menjadi kenangan bagi orang yang hidup setelahnya. Serta akan tergambar jelas dalam lanskap itu.

Bila dibayangkan lebih lanjut, seperti menanam hiasan aquascape dalam beningnya akuarium kaca, berikut dengan ikan-ikan beranekaragam yang menari, bebatuan yang abstrak, akar pohon yang berlumut, dan tetumbuhan yang melambai.

Keindahan yang akan tergambar di dalamnya sangat menyegarkan. Membuat orang-orang yang menyaksikan terkesima tuk mengikuti kebaikannya. Dan hiasan itu akan terus hidup walau, yang menanam sudah tiada. dan akan terus dikenang oleh generasi seterusnya.


Kematian penuh misteri. Terkadang lebih dulu menjemput anak muda dari pada orangtua yang banyak dianggap sudah bau tanah. Dan tak sedikit pula ia menjemput di masa tua kisaran enam puluh tahunan. Dan bahkan lebih dari itu atau sangat belia sekali, juga ada yang lebih dulu meregang nyawa.

Masa perpisahan sejenak. Bagi sang anak sangat sedih ditinggal kepergian ayah, atau ibunya. Atau sang orangtua yang harus merasakan lebih dulu kehilangan buah hatinya. Begitupula sanak keluarga kehilangan bagian familinya tuk sementara waktu.

Begitulah kehidupan di dunia ini yang akan diakhiri sementara dengan kematian. Sebab ia memiliki batas waktu yang kita kenal dengan ajal. Batas waktu peralihan dari kehidupan yang sementara kepada kehidupan sebenarnya tanpa batas waktu.

Masa peralihan dari perjalan yang sebantar menuju kehiupan abadi. Masa pencarian ridha Tuhan semata, dan mengumpulkan bekal tuk mampu menghadap-Nya. Kematian yang akan dihadapi semua insan, bahkan semua ciptaan-Nya. 

Misteri kedatangannya tiada yang mengetahui kecuali Sang Sutradara Agung. Pencipta kehidupan dengan cinta dan kesempurnaan-Nya.

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

"Dan itu bagi setiap umat adalah ajal. Dan apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tiada mampu menundanya walau sesaat, dan tidak pula mempercepatnya. (Al-A'raf 7: 34)

Imam al-Qurtubi menjelaskan dalam kitabnya perihal ajal, yakni "Waktu yang telah ditentukan" dan "Adapun ajal al-maut adalah Waktu  tetap datangnya kematian."

mengevaluasi diri ditengah perjalan adalah penting. Ia menjadi kompas dalam perjalanan panjang, yang  menjadi pengingat dan batas bagi diri. 

Berlaku pada setiap individu, keluarga, lembaga, dan bahkan perusahaan. 

Mengoreksi kinerja dari hari-hari yang dilalui. Melihat, menimbang, memilah apa yang harus diperbaiki dan apa yang harus ditinggalkan. Melihat warna dan bentuk diri di masa lalu dan menyongsong masa baru yang akan datang.

Evaluasi seperti bercermin pada diri sendiri, bertanya pada kejujuran lubuk hati yang terdalam. juga seperti melirik pada kaca sepion. Melihat kebelakan menimbang baik dan buruk perjalan tuk berhenti sejenak sebelum akhirnya melaju kembali.

Perjalanan panjang terkadang membuyarkan tujuan. Keadaan pahit membuat diri putus asa dan pandangan menyempit. Lupa bahwa tujuannya jauh lebih mulia, dari sekadar putus asa atas keadaan yang melandanya. Penting tuk mengingat kembali tujuan dan memperkuat tekad. Agar bisa melaju dengan angin baru dan semangat baru. 

Lembaran target harian, mingguan, hingga tahuan kembali dipacu. Bersama harapan besar yang digantungkan pada Sang Kuasa. Sebab diri hanya dituntut untuk terus berusaha serta tawakal, dan hasil akhir ditentukan oleh tangan Sang Penguasa.

Kepahitan menjadi pemicu akan manisnya masa depan. Terjalnya perjalanan yang penuh dengan badai cobaan menjadi uji ketangkasan demi menyongsong kesuksesan. Begitulah yang dirasakan para pejuang.


Merenungkan hal ini di tahun baru, momen berulangnya rantai masa bukan hal yang sia-sia. Sebab hari ini adalah akhir bulan Muharram 1442 H yang akan beralih pada bulan Safar dan seterusnya.

Akhir hidup dengan taslim dan berkorban hanya kerena-Nya semata merupakan keindahan dan kesuksesan. Mengakhiri hidup dengan terucapnya dua kalimat suci di akhir, merupakan keindahan yang takkan luput dari pandangan-Nya. Sebab Nabi mengajarkan, "Allah itu Maha Indah, dan menyukai keindahan."


Seorang Tokoh Mesir yang dikenal dengan Musthofa Mahmud berkata:

قِيْمةُ الْاِنْسَانِ هِيَ مَا يُضِيْفُهُ إِلَي الْحَيَاةِ بَيْنَ مِيْلَادِهِ وَمَوْتِهِ


Nilai berharga bagi seseorang adalah berbagai hal (amal) yang ada pada hidupnya dari sejak lahir hingga wafatnya.

Tempat Transit

Terbujur kaku.
Sedari tidur malam, tak kembali bangun.
Kaget melemas seorang istri.
Tangis menjerit kehilangan sebagian jiwanya.

    Surat wasiat sudah tertulis.
    Sejak seminggu lalu, seperti tanda.
    Anak-anak pulang kampung,
    dari tempat bekerja.
    Pulang mereka tuk melihat terakhir kali.

Perpisahan yang sementara.
Ada momen nanti dipertemukan.
Bersama orang-orang tersayang.
Tempat bahagia, dengan ridhaNya.

    Kehidupan indah dengan aturan Rabbi.
    Yang beriman akan berjumpa lagi.
    Saling menolong melepas kerinduan.
    Bahagia bersama, atas perjuangan di dunia.

Tidak bagi yang berakhir kafir.
Makin maju makin mencekam.
Kebingungan makin menyengsarakan.
Akankah mengambil pelajaran?    

    Diarak menuju istirahat sementara.
    Tersungkur dalam liang lahat.
    Menuggu hari kebangkitan.
    Hari keadilan Tuhan yang Maha Pemurah.

Bawah Tower (Tanjung Jaya, 1 Juli 2020)



Referensi: 

Imam al-Qurthubi, Al-Jami' li Ahkamil Quran, (1964 m, Kairo: Dar Kutub al-Mishriyah) jilid: 7, hal 202.
Nabil Ahmad, Hadaiq al-Hikmah, (2010 M) hal: 115

Posting Komentar

0 Komentar