Menelisik Kemenangan Logika Langit di Bulan Muharram dengan Puasa

Bulan muharram merupakan bulan yang menyimpan banyak sekali kasih dan ampunan. Foto: Heybunda.com

Hari yang terus bergulir, telah melahap himpunan bulan dan tahun. Masa itu tak ada henti, sederas air yang terus mengalir. Maka tiada salahnya tuk menilik hal istimewa pada sebuah bulan. Saat Tahun baru 1443 Hiriyah atau bertepatan pada saat terbenamnya matahari pada 10 Agustus 2021. 

Dua belas bulan yang beruntun terus bergantian. Hingga terpilih empat bulan menjadi bulan Istimewa. Bulan yang Allah khususkan di dalamnya, Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab. Dan disadari bersama bahwa besok ini sudah masuk dalam ruang bulan Muharram.


Sebuah ruangan Istimewa yang Allah ukir di dalamnya untuk diingat bersama. Masa kejayaan yang pernah diraih oleh para Nabi dan Rasul. Masa kemenangan logika langit dari kebatilan. Untuk mengingat bersama bahwa masa keemasan diraih dengan bayaran yang tidak murah. 

Harus ada harga mahal yang rela dikorbankan untuk meraih kejayaan. Keletihan, peluh keringat bercucur, segenap pikiran telah diupayakan dan bahkan tak sedikit tetesan darah telah mengalir demi memperjuangkan kalimat suci. Kalimat yang diperjuangkan oleh Para Nabi menyambung rantai risalah, yakni kemurnian tauhid.

Sebagai bentuk menyambung risalah sebelumnya, dibulan ini Nabi mengajak untuk berpuasa Asyura. Puasa yang jatuh tepat pada hari Kamis 19 Agustus 2021. Berpuasa tuk menyambung kemurnian niat ikhlas hanya untuk Allah semata. Menahan hawa nafsu, berkorban merelakan sejenak demi menundukkan kehendak negatif di bawah aturanNya.


Said bin Jubair meriwayarkan Hadits dari Abdullah bin Abbas, ia berkata: "Ketika Nabi memasuki kota Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ke-sepuluh Muharram. Maka Nabi bertanya perihal itu". Mereka menjawab, "Ini adalah hari Allah memenangkan Nabi Musa bersama bani Israil dari kubu Firaun. Maka kami berpuasa untuk mengagungkan hari ini. Maka Nabi bersabda, "Kamilah yang lebih berhak mengagungkan (ajaran) Musa dari kalian!" Hingga Nabi memerintahkan puasa ini. [Muttafaq Alaih]

Nabi Muhammad dengan konfiden mengutarakan bahwa dirinya yang lebih berhak untuk mengagungkan risalah kenabian sebelumnya. Sebab beliaulah memang yang menjadi penyambung keutuhan risalah para Nabi. Serta menjadi saksi rantai luhur yang mengusung gagasan tauhid agar tersebar dan bertahan hingga berakhirnya kehidupan ini.

Melalui hal ini pada bulan Muharram untuk merawat ingatan. Umat Islam disunnahkan berpuasa, memuliakan momen ini. Serta mengambil keutamaan yang telah Nabi sampaikan:

Hadits dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda, "Puasa yang utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Muharram. Dan shalat yang utama setelah fardhu adalah shalat malam." [(Muttafaq Alaih]


Kemudian sebuah hadits dari Abu Qatadah ia berkata, bahwa Rasulullah bersabda, "Adapun puasa hari Asyuro, sungguh saya membilangnya (merupakan momen) Allah mengampuni dosa setahun yang telah lalu."  Menurut jalur yang lain dari Abu Isya, bahwa Rosulullah bersabda, "Adapun puasa hari Asyuro itu menghapus dosa setahun." [Sunan at-Tirmidzi]

Rantai Kesatuan Risalah


Hari berlabuh bahtera Nabi Nuh.
Kemenganan logika tauhid Musa dari Firaun.
Keluarnya Nabi Yunus dari perut dzi nun.
Memori kemengan yang tak boleh hilang.

        Bulan awal hitungan Hijriyah.
        Ditetapkan oleh Khalifah al-Faruq.
        Momen keteguhan hati Nabi Muhammad.
 Berhijrah dari keterpurukan menuju kebangkitan.

Mencarging daya juang tegak agama.
Berkibar dan harumnya ketauhidan.
Diingat bersama pada Tahun baru.
Dengan kesatuan arah sujud.

        Berpuasa pada hari Asyuro.
        Menyambung risalah Nabi Musa.
        Akan kebenaran nyata.
        Bahwa Ibnu Abdilah Penyempurna risalah.

Allahumma shalli ala sayyidina Muhammad

Solokuro, Jatim, 17 Agustus 2020

Rujukan:
Tanbih al-Ghafilin, Al-Imam al-Faqih Abu Laits Nashr bin Muhammad al-Hanafi as-Smarqandi, (Maktabah al-Iman: Kairo 1994 M) hal: 259-260

Posting Komentar

0 Komentar