Kisah tentang melepaskan dan merelakan sesuatu yang sangat berharga dalam hidup, ada pada kisah Nabi Ibrahim AS. Foto: AFP Imageforum |
Sesuatu yang dimiliki terkadang sulit untuk dilepas dan direlakan. Sebab hal itu sudah menjadi sangat berharga dalam benak diri. Salah satunya adalah harta, yang dengan segenap usaha dilakukan untuk menadapatkannya.
Kehidupan pun banyak ditopang dan menjadi mudah dengan harta. Hingga berat sekali tuk direlakan dan dilepas. Begitu pula anak keturunan, sulit sekali tuk direlakan kepergiannya.
Dilahirkan dengan susah payah, bahkan taruhannya hingga merenggut nyawa sang Ibu. Membesarkannya dari buayan, merambat, hingga berjalan pun, bukan waktu yang sebentar. Hingga pendidikan yang tak mudah, untuk jadi keturunan yang baik dan berguna. Hal ini pun menjadi sebab, beratnya merelakan kepergiannya.
Baca Juga : 10 Makanan Idul Adha Dari Berbagai Daerah di Indonesia
Ternyata hal inilah yang dirasakan oleh Nabi Ibrahim untuk merelakan buah hati tercinta. Buah hati semata wayang atas sekian lama tak diberi keturunan. Anak tercinta yang harus direlakan di tempat yang tandus jauh dari kehidupan. Berlanjut sebuah perintah untuk menyembalihnya dengan kesadaran penuh di depan pelupuk matanya.
Apalah daya dirinya sebagai Nabi yang juga hanya seorang hamba. Harus patuh, tulus, merelakan kepergian buah hatinya. Atas dasar kecintaan yang lebih kepada Sang Pencipta. Kecintaan yang tak boleh ditandingi oleh selainNya. Termasuk kepada anak, juga harus lapang dada untuk prioritas kecintaan pada Sang Penguasa.
Dalam hal ini, Nabi Ibrahim mendapat julukan Abu Tauhid. Sebab ialah yang paling dahulu, memberi panutan dalam keikhlasan. Kemurnian hati untuk mematuhi perintah Tuhan. Sampai perintah yang tak mampu dinalar logika manusia pun dilakoninya. Begitulah rahasia langit, mengejutkan skenarionya. Sebab ada banyak hikmah yang hendak disebarkan.
Idul Adha merupakan salah satu momen memperingati sosok kekasih Allah. Ada nilai berharga yang hendak diingat bersama. Hingga menjadi ruh dan angin segar pada tiap tahunan bagi orang-orang beriman. Demikian perasaan adalah buah dari olah laku hati. Dan merelakan sebagian hal yang dicintai dengan ikhlas adalah kunci.
Baca Juga : Agar Tetap Sehat Saat Banjir Daging Idul Adha
Kunci luhur yang akan diterima dengan sempurna oleh Tuhan. Terlebih di Hari raya berkurban. Mari jadikan moment penyembelihan sebagai ketulusan dan keikhlasan yang murni demi mengharap rodhaNya semata. One Ayat from our Holy Qoran:
لَن تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللّهَ بِهِ عَلِيمٌ
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan (merelakan) sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu relakan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya."(Ali Imran: 92)
Darah Mengalir Taqwa (puisi)
Gema pengagungan kepada Tuhan.
Darah mengalir mengirim Taqwa.
Penyembelihan qurban bukan sesaji.
Sebab Maha Sempurna tak butuh apapun.
Asap semerbab aroma nikmat.
Pacu semangat kerja bersama.
Hasil bagi tugas kan terbayar lunas
Memotong menguliti hingga memasak.
Daging-daging terpotong terbagi.
Utama untuk saudara duafa n masakin.
Sebab kebahagiaan ini harus mengudara.
Bersama gema takbir, indahnya hari raya.
Senyum merekah hati menjadi lapang.
Menyimak hikmah Kisah Ibrahim.
Ketulusan hatinya dalam berkorban.
Merupakan panutan yang terus diabadikan.
Hari raya, Hari kebanggaan.
Bagi umat Islam memelihara kasih sayang.
Tampilkan kebenaran, kerdilkan kebatian.
Hingga iman kuat hujam dalam jiwa.
(Solokuro, Jawa Timur, 31 Juli 2020)
0 Komentar