Aktivitas vulkanik di Gunung Anak Krakatau terus meningkat. Statusnya menjadi siaga (Level III).Ricky Martin/National Geographic Indonesia |
Sampai bulan April 2020, tercatat beberapa gunung aktif di Indonesia mengalami kenaikan aktivitas vulkanik. Beberapa di antaranya seperti Merapi, Semeru, Kerinci, dan Anak Krakatau yang baru-baru ini mengalami erupsi.
Berdasarkan laporan dari
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), bahwa Gunung Anak Krakatau
berada pada tingkat aktivitas waspada pada Gunung Krakatau sejak 25 Maret 2019
dengan letusan terakhir pada 10 April 2020 serta kolom erupsi 500 meter ke atas
puncak.
Gunung ini mengakibatkan 2 kali
gempa letusan diiringi tremor letusan, 5 kali tremor harmonik, 8 kali low
frekuensi, dan tremor kecil yang menerus dengan amplitudo 0.5 - 22 mm.
Sedangkan Gunung Merapi mengalami
letusan terakhir pada 29 Maret 2020 dengan tinggi kolom erupsi setinggi 1500
meter di atas puncak. Berdasarkan catatan seismograf pada Jumat (10/04/2020)
mengalami gempa letusan, beberapa gempa hembusan, gempa berfrekuensi rendah,
gempa hybrid, gempa vulkanik, dan gempa tektonik lokal.
Gunung Kerinci juga berada pada
tingkat waspada, dan berdasarkan rekaman seismograf pada Jumat (10/04/2020)
tercatat adanya 105 kali gempa hembusan dan tremor menerus dengan amplitudo
0,5-1 mm. Gunung itu tercatat mengalami letusan terakhir pada 30 Maret 2019.
Kementerian ESDM juga memberikan
tingkat aktivitas waspada pada Gunung Semeru sedang berstatus waspada dengan
asap kawah putihnya membumbung hingga 400 meter ke arah utara dan mengalami
banyak gempa vulkanik, tektonik, maupun gempa letusan.
Mengenai peristiwa gunung berapi yang aktif di waktu yang hampir bersamaan, Awang Satyana, ahli geologi, mengatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi secara kebetulan.
“Gunung-gunung (meningkat
aktivitasnya) sebenarnya kebetulan saja, karena sebenarnya terpisah-pisah pada
daerahnya,” jelasnya saat diwawancarai
Satyana menjelaskan bahwa
peristiwa ini diakibatkan aktivitas rutin lempeng Hindia ke dalam lempeng
Eurasia di perairan Indonesia.
Pergerakan ini mengakibatkan
beberapa air samudera masuk dan mengencerkan magma yang keras sehingga kemudian
dengan mudah mengisi beberapa kantong magma beberapa gunung di Indonesia.
“Dan ketika kantong magma sudah
terisi, tekanannya cukup kuat untuk mengeluarkannya ke permukaan,” terangnya.
Peristiwa gunung berapi meletus
juga sebenarnya adalah hal yang lumrah, karena menurutnya, setiap saat juga ada
aktivitas pergeseran lempeng yang mengakibatkan magma bergerak ke kantong
magma.
Mengenai suara yang terjadi
selama erupsi, terutama yang terdengar pada Jumat (10/04/2020) pukul 03.00 WIB,
Satyana yakin bahwa suara tersebut bukanlah dari aktivitas vulkanik yang diduga
masyarakat Jabodetabek saat Anak Krakatau aktif.
“Suara yang diciptakan saat letusan gunung berapi itu bukan dentuman, suaranya pun hanya bisa terekam di seismograf. Suaranya lebih ke infrasonik, di bawah range frekuensi pendengaran manusia,” terangnya.
Selain itu jika dikaitkan dengan
letusan Anak Krakatau, sangat kecil rasanya bila terdengar di Jabodetabek,
mengingat ketinggian kolom erupsinya hanya setinggi 500 meter saja.
Berdasarkan amatan Pos Pengamatan
Gunung Api (PGA) di Pasauran, Banten tidak merekam adanya suara letusan dari
Gunung Anak Krakatau.
Sumber: National GeographicIndonesia
0 Komentar