Definisi Cantik Suku Dayak, Tradisi Memanjangkan Daun Telinga

Source: Pesona Indonesia

Cantik tentu menjadi impian semua wanita di dunia. Namun nyatanya, cantik tak selalu diartikan sama. Setiap orang memiliki pendapat ketika mendefinisikan kecantikan. Hal ini tentu juga terjadi antara anda dan sahabat anda.

Cantik diasosiasikan dengan berbagai hal seperti hidung mancung, bulu mata lentik, dagu proporsional, sampai rambut hitam lurus. Walaupun kadang sepaham, setiap orang bisa berbeda ketika mendefinisikan kecantikan. Perbedaan ini menjadi sangat unik, salah satunya dimata suku Dayak.

Indonesia merupakan Negara kepualauan dengan beragam suku bangsa. Setiap suku bisa jadi memiliki penilaian tersendiri mengenai definisi kecantikan. Apa yang dikatakan cantik menurut suku jawa, belum tentu cantik untuk suku yang ada di Kalimantan dan Papua. hal ini tentu dilatarbelakangi oleh budaya dan tradisi mereka masing-masing.

Suku Dayak adalah suku yang memiliki dafinisi cantiknya sendiri serta tradisi yang berkaitan dengan kecantikan. Suku yang ada di Kalimantan ini memiliki anggapan mengenai kecantikan yang unik. Seorang wanita dayak akan dinilai keantikannya melalui telinga. Hal ini juga yang melatarbelakangi adanya tradisi telingaan aruu. Wanita dayak belum bisa dikatakan cantik jika belum memanjangkan daun telinga.

Simbol Kecantikan

Tradisi telingaan aruu atau lebih dikenal dengan memangjangkan daun telinga ini merupakan sebuah simbol kebudayaan yang dipraktekkan sejak dulu oleh suku Dayak. Memanjangkan telinga menjadi sebuah indentitas kebangsawanan bagi pria Dayak, dan kecantikan bagi wanita Dayak.

Source: Indonesiakaya.com

Praktek tradisi ini sudah diwariskan secara turun temurun. Dimulai sejak masih bayi, tradisi ini diawali dengan sebuah ritual sakral mucuk penikng atau penindikan. Setelah ditindik, telinga akan dipasangi benang sebagai pengganti anting-anting. Kemudian, saat luka dari tindikan sembuh, benang tersebut diganti dengan yang lebih besar yaitu pintalan kayu gabus. Pintalan ini akan diganti dengan yang lebih besar setiap seminggu. Selain itu, pintalan kayu gabus ini juga bisa mengembang saat terkena air, jadi menyebabkan tindikan semakin membesar.

Saat lubang daun telinga sudah membesar, tahap selanjutnya akan diberi anting-anting besar dari bahan tembaga atau disebut dengan belaong. Nantinya, secara berkala belaong ini akan terus ditambah satu persatu agar lubang daun telinga terus memanjang.

Penambahan Belaong juga tak bisa sembarangan. Penambahan anting tersebut ditentukan sesuai usia dan status sosialnya. Jenis anting yang digunakan kadang juga berbeda, ada hisang semhaa (anting yang dipasang di sekeliling daun telinga) dan hisang kavaat (anting yang di pasang pada daun telinga).

Tradisi yang mulai ditinggalkan

Source: Indonesiakaya.com

Tradisi telingaan aruu ini ternyata juga memiliki batasan untuk dilakukan. Pria Dayak hanya boleh memanjangkan daun telinga hingga batas bahu. Sedangkan wanita Dayak boleh memanjangkan daun telinganya sebatas dada. Jika tak dipakaikan anting-anting, daun telinga ini lambat laun juga akan memendek.

Namun sayangnya, tradisi ini perlahan sudah mulai di tinggalkan. Tradisi khas suku Dayak ini mulai ditinggalkan khususnya oleh generasi muda Dayak. Mereka yang lahir di era 1960-an keatas sudah tidak lagi mengikuti tradisi ini (Indonesia.go.id). Menurut mereka tradisi ini sudah sangat tidak relevan dengan kemajuan zaman. Namun mereka tetap melakukan ritual mucuk penikng atau penindikan tetapi tak dilanjutkan dengan telingaan aruu.

Posting Komentar

0 Komentar